TEKNIK PENGANALISISAN ITEM TES HASIL BELAJAR

TEKNIK PENGANALISISAN ITEM TES HASIL BELAJAR

A.    Pendahuluan
Salah satu tugas penting yang acapkali dan bahkanpada umumnya dilupakan oleh staf pengajar (guru, dosen, dan lain-lain) adalah tugas melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya (murid, siswa, mahasiswa, dan lain-lain). Alat pengukur dimaksud adalah tes hasil belajar, yang sebagaimana telah kita maklumi, batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir soal (= item).
Kenyataan seringkali menunjukkan bahwa apabila tes hasil belajar dimana hampir seluruh peserta tes “jatuh”, dalam arti: nilai-nilai hasil belajar itu membentuk kurva a-simetrik miring ke kiri, maka tester (guru, dosen, dan lain-lain) segera “menimpakan kesalahan” itu kepada testee (murid, siswa, mahasiswa, dan lain-lain) dengan menyatakan bahwa testee memang terdiri dari “anak-anak yang bodoh”.
 


Keterangan:     Kurva a-simetrik miring ke kiri, dimana sebagian besar testee “jatuh” (nilai-nilai tes yang berhasil mereka capai sangat rendah

Pernyataan yang dikemukakan oleh tester seperti yang telah dikemukakan mungkin benar tetapi mungkin juga belum tentu tepat. Sebaliknya tidak jarang terjadi dalam tes hasil belajar dimana testee hampir seluruhnya berhasil meraih nilai-nilai hasil tes yang sangat tinggi, sehingga distribusi frekuensi dari nilai-nilai hasil tes tersebut membentuk  kurva a-simetrik miring ke kanan, maka tester segera merasa puas dan bangga karena ternyata tingkat penguasaannya terhadap materi tes tersebut sangat tinggi dan dengan segera tester menyatakan bahwa testee adalah terdiri dari “anak-anak yang hebat”.
Pernyataan tester seperti terlihat pada kurva a-simetrik miring ke kanan mungkin benar, tetapi mungkin juga belum tentu tepat. Suatu hal yang patut diperhatikan oleh tester dalam keadaan dimana nilai-nilai hasil tes hasil belajar yang dicapai oleh testee membentuk kurva a-simetrik seperti kurva a-simetrik miring ke kiri ialah, bahwa dalam menghadapi kenyataan seperti itu tester hendaknya tanggap bahwa distribusi frekuensi nilai-nilai hasil tes yang membentuk kurva a-simetrik itu terjadi karena “ada sesuatu yang kurang beres”, sehingga perlu dilakukan antisipasi.

 

Keterangan:     Kurva a-simetrik miring ke kanan, dimana hampir seluruh testee berhasil     meraih nilai-nilai tes yang sangat tinggi.

Salah satu cara mengantisipasi keadaan yang tidak normal itu adalah dengan jalan melakukan penganalisisan terhadap hasil tes belajar yang telah dijadikan alat pengukur dalam rangka mengukur keberhasilan belajar dari para peserta tes tersebut. Disini tester perlu melakukan penelusuran dan pelacakan dengan cermat, terhadap butir-butir soal atau item yang merupakan bagian tak terpisahkan dair tes hasil belajar sebagai suatu totalitas.
Penelusuran atau pelacakan itu dilaksanakan oleh tester dengan tujuan untuk mengetahui, apakah butir-butir item yang membangun tes hasil belajar itu sudah dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang memadai atau belum.
Identifikasi terhadap setiap butir item tes hasil belajar itu dilakukan dengan harapan akan menghasilkan berbagai informasi berharga, yang pada dasarnya akan merupakan umpan balik guna melakukan perbaikan, pembenahan dan penyempurnaan kembali terhadap butir butir item yang telah dikeluarkan dalam tes hasil belajar, sehingga pada masa-masa yang akan datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh tester itu betul-betul dapat fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang memiliki kualitas yang tinggi. Rangkaian kegiatan tersebut sering dikenal dengan istilah analisis item.

B.     Teknik Penganalisisan Tes Hasil Belajar
1.      Teknik Analisis Derajat Kesukaran Item
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Dengan kata lain, derajat kesukaran item itu adalah sedang atau cukup.
Angka yang dapat memberikan petunjuk mengenai tingkat kesulitan item itu dikenal dengan istilah difficulty index (= angka indeks kesukaran item), yang dalam dilambangkan dengan huruf P, yaitu singkatan dari kata proportion (proporsi = proporsa).
Menurut Witherington, angka indeks kesukaran item itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Angka indeks kesukaran sebesar 0,00 (P = 0,00) merupakan petunjuk bagi tester bahwa butir item tersebut termasuk dalam kategori item yang terlalu sukar, sebab disini seluruh testee tidak dapat menjawab item dengan benar.
Apabila angka indeks kesukaran item itu adalah 1,00 (P = 1,00) hal ini mengandung makna bahwa butir item yang bersangkutan adalah termasuk dalam kategori item yang terlalu mudah, sebab disini seluruh testee dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan (yang dapat menjawab dengan butir = 100% = 100 : 100 = 1,00).



Angka indeks kesukaran item itu dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Du Bois yaitu:

dimana:
P          =          Proportion = proporsi = proporsa = difficulty index = angka indeks kesukaran item.
Np       =          Banyaknya testee yang dapat             menjawab dengan bentuk terhadap butir item yang bersangkutan.
N         =          Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar

Rumus lainnya adalah:

dimana :
P          =          Proportion = proporsi = proporsa = difficulty index = angka indeks kesukaran item.
B         =          Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betuk terhadap butir item yang bersangkutan.
JS        =          Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar
Cara memberikan penafsiran (interpretasi) terhadap angka indeks kesukaran item:
a.       Menurut Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen
Besarnya P
Interpretasi
Kurang dari 0,30
Terlalu sukar
0,30 – 0,70
Cukup (Sedang)
Lebih dari 0,70
Terlalu Mudah

b.      Menurut Witherington
Besarnya P
Interpretasi
Kurang dari 0,25
Terlalu sukar
0,25 – 0,75
Cukup (Sedang)
Lebih dari 0,75
Terlalu Mudah

Cara kedua dalam mencari atau menghitung angka indekss kesukaran item adalah dengan menggunakan skala kesukaran liner. Skala kesukaran liner ini disusun dengan cara mentransformasikan nilai P menjadi nilai z, dimana perubahan P ke z itu dilakukan dengan berkonsultasi pada tabel z yang pada umumnya dilampirkan pada buku-buku statistik.
Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh yaitu sebagai berikut:
a.       Mengoreksi nilai P Kotor (Pk) menjadi nilai P bersih (Pb) dengan   menggunakan rumus:
dimana :
Pb        =          P bersih
Pk        =          P kotor
a          =          Alternatif atau option yang disediakan          atau dipasangkan pada butir item yang bersangkutan
1          =          Bilangan konstan
b.      Mentransformasikan nilai P bersih (Pb) menjadi nilai z, dengan berkonsultasi pada tabel kurva normal.
Kita ambil sebagai contoh P bersih yang dimiliki oleh butir item nomor. Butir item nomor 9 ini memiliki P bersih sebesar 0,75. Untuk mentransformasikan P bersih sebesar 0,75 itu menjadi nilai z, kita cari angka sebesar 0,75 itu dalam tabel kurva normal. Dari tabel kurva normal diperoleh kenyataan sebagai berikut:
B
The Larger Area
z
C
The Smaller Area
0,750
0,6745
0,250

Berdasarkan hasil konsultasi pada tabel kurva normal, maka dengan P bersih sebesar 0,75 diperoleh harga z sebesar 0,6745. Dengan berpegang pada patokan yang diberikan oleh Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen, maka dengan angka indeks kesukaran item (dalam hal ini z) sebesar 0,6745 kita dapat menyatakan bahwa butir item nomor 9 itu termasuk dalam kategori item yang telah memiliki derajat kesukaran yang cukup (sedang), berarti butir item nomor 9 itu dinyatakan sebagai butir item yang baik ditilik dari segi tingkat kesulitannya (z terletak antara 0,30 – 0,70).
Sebagai catatan tambahan perlu dikemukakan bahwa ada rumus lain untuk mencari (menghitung) P bersih dengan hasil yang sama, yaitu:

dimana:
Pb        =          Angka indeks kesukaran item (setelah            dikoreksi).
B         =          Jumlah testee yang jawabannya benar.
S          =          Jumlah testee yang jawabannya salah.
a          =          Alternatif jawbaan yang dipasang pada item             yang bersangkutan.

2.      Teknik Analisis Daya Pembeda Item
Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan (= mendiskriminasi) antara testee yang berkemampuan tinggi (= pandai), dengan testee yang kemampuannya rendah (= bodoh) sedemikian rupa sehingga sebagian besar testee yang memiliki kemampuan tinggi untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul, sementara testee yang kemampuannya rendah untuk menjawa butir item tersebut sebagian besar tidak dapat menjawab item dengan benar.
Daya pembeda item itu dapat diketahui melalui atau dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi item adalah sebuah angka atau bilangan yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda (discriminatory power) yang dimiliki oleh sebutir item.
Indeks diskriminasi item itu umumnya diberi lambang huruf D (singkatan dari discriminatory power), dan besarnya berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 1,00.

 

Besarnya Angka Indeks Diskriminasi Item (D)
Klasifikasi
Interpretasi
Kurang dari 0,20
Poor
Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali (jelek), dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik.
0,20 – 0,40
Satisfactory
Butir item yang bersangkutan 
telah memiliki daya pembeda yang cukup (sedang).
0,40 – 0,70
Good
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik.
0,70 – 1,00
Excellent
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik sekali.
Bertanda negatif
-
Butir item yang bersangkutan daya pembedanya negatif (jelek sekali).

Untuk mengetahui besar kecilnya angka indeks diskriminasi item dapat digunakan dua macam rumus, yaitu:
a.       Rumus pertama:
            D =      PA – pB          atau
            D =      PH – pL
            dimana:
D                     =          Discriminatory power (angka indeks diskriminasi item).
PA atau pH     =          Proporsi testee kelompok atas yang dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan.
(PH adalah singkatan dari Proportion of the Higher Group).
pA atau pH ini dapat diperoleh dengan rumus:

dimana:
BA      =          Banyaknya testee kelompok atas (the higher group) yang dapat menjawab             dengan benar butir item yang bersangkutan.
JA        =          Jumlah testee yang termasuk dalam kelompok atas.

PB atau pL      =   Proporsi testee kelompok bawah yang dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan (Pl adalah singkatan dari Proportion of the Lower Group).
PB atau pL ini dapat diperoleh dengan rumus:

dimana:
BB       =          Banyaknya testee kelompok bawah (the lower group) yang dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan.
JB        =          Jumlah peserta yang termasuk dalam kelompok bawah
b.      Rumus kedua:
Dengan rumus kedua ini, maka angka indeks diskriminasi item diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi Phi (ø) dengan rumus sebagai berikut:

dimana:
 ø         =          Angka Indeks Korelasi Phi, yang dalam        hal ini dianggap sebagai angka indeks diskriminasi item.
pH       =          Proportion of the higher group
pL        =          Proportion of the lower group
2          =          Bilangan konstan
p          =          Proporsi seluruh testee yang jawabannya benar
q          =          Proporsi seluruh testee yang jawabannya       salah, dimana q = (1 – p).

3.      Teknik Analisis Fungsi Distraktor
Pada tes obyektif bentuk multiple choice, setiap butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan jawaban (= option atau alternatif). Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima buah. Salah satu dari option atau alternatif itu merupakan jawaban yang benar (= kunci jawaban) dan sisanya merupakan jawaban salah. Jawaban yang salah itu biasa dikenal dengan istilah distractor atau pengecoh.
Contoh:



Tujuan utama dari pemasangan distraktor adalah agar dari sekian banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar, ada yang tertarik untuk memilihnya. testee menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih merupakan jawaban benar. Bila semakin banyak testee yang terkecoh, maka kita dapat menyatakan bahwa disktraktor itu makin dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Begitu pula sebaliknya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa distraktor baru dapat dikatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik, apabila distraktor tersebut telah memiliki daya tarik sedemikian rupa, sehingga testee merasa bimbang serta ragu-ragu lalu pada akhirnya mereka terkecoh dan memilih distraktor sebagai jawaban yang benar. 
Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu: menganalisis pola penyebaran jawaban item. Pola penyebaran jawaban item adalah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabannya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada setiap butir item.
Contoh cara menganalisis fungsi distraktor:
            Misalkan tes hasil belajar bidang studi Pendidikan Moral Pancasila diikuti oleh 50 orang siswa Madrasah Tsanawiyah. Bentuk soalnya adalah multiple choice dengan item sebanyak 40 butir, dimana setiap butir item dilengkapi dengan lima alternatif, yaitu A, B, C, D dan E. Dari 40 butir item tersebut di atas, khusus untuk butir item nomor 1, 2 dan 3 diperoleh pola penyebaran item sebagai berikut: 
Nomor Butir Item
Alternatif (= Option)
Ket.
A
B
C
D
E
1
4
6
5
(30)
5
(    ): Kunci Jawaban
2
1
(44)
2
1
2
3
1
1
(10)
1
37

Dengan pola penyebaran jawaban item sebagaimana tergambar pada tabel analisis diatas, maka dengan mudah dapat kita ketahui, berapa persen testee yang telah “terkecoh” untuk memilih distraktor yang dipasangkan pada item 1, 2 dan 3, yaitu:
a.   Untuk item nomor 1, kunci jawabannya adalah D, sedangkan pengecoh atau distraktornya adalah: A, B, C dan E.
·         Pengecoh A dipilih oleh 4 orang, berarti 4/50 × 100% = 8%. Jadi pengecoh A sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sebab angka persentasenya sudah melebihi 5%.
·         Pengecoh B dipilih oleh 6 orang testee, berarti 6/50 × 100% = 12% (telah berfungsi dengan baik).
·         Pengecoh C dipilih oleh 5 orang testee, berarti 5/50 × 100% = 10% (telah berfungsi dengan baik).
·         Pengecoh E dipilih oleh 5 orang testee, berarti 5/50 × 100% = 10% (telah berfungsi dengan baik).
·         Jadi, keempat pengecoh yang dipasangkan pada item nomor 1 itu sudah dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya.
b.  Untuk item nomor 2, kunci jawabannya adalah B, sedangkan pengecoh atau distraktornya adalah: A, C, D dan E.
·         Pengecoh A dipilih 1 orang testee, berarti 1/50 × 100% = 2% (belum berfungsi).
·         Pengecoh C dipilih 2 orang testee, berarti 2/50 × 100% = 4% (belum berfungsi).
·         Pengecoh D dipilih 1 orang testee, berarti 1/50 × 100% = 2% (belum berfungsi).
·         Pengecoh E dipilih 2 orang testee, berarti 2/50 × 100% = 4% (belum berfungsi).
·         Jadi, keempat pengecoh yang dipasangkan pada item nomor 2 itu belum dapat menjalankan fungsinya seperti yang diharapkan.
c.   Untuk item nomor 3, kunci jawabannya adalah C, sedangkan pengecoh atau distraktornya adalah: A, B, D dan E.
·         Pengecoh A, B dan D masing-masing dipilih oleh 1 orang testee (=2%). Berarti tiga buah pengecoh itu belum berfungsi.
·         Adapun pengecoh E dipilih oleh 37 orang, berarti 37/50 × 100% = 74% (telah berfungsi dengan baik).
·         Jadi, pada butir nomor 3 itu hanya 1 buah pengecoh saja yang sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik.


Share on Google Plus

About tina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar